Pada jaman dahulu ada seekor kura-kura,
manusia, dan hewan lainnya. Mereka saling berbagi dan hidup rukun di dalam
hutan yang sejuk. Suatu sore, pada waktu si kancil berjalan sendiri, tiba tiba
ada seekor kuda yang berlari sangat kencang mendahuluinya, sambil berteriak,
“Kancil jelek! Tidak bisa berlari!”
“Hai kuda jangan sombong,
aku bisa berlari cepat kok.”
“Ah bohong, kalau berani ayo
lawan aku lomba lari cepat. Seratus meter.”
dan kancil pun setuju.
Mereka sepakat untuk bertanding di sini esok hari. Lalu mereka pun pulang ke
rumah masing-masing. Kuda langsung tidur, ia malas berlatih. Sedangkan kancil
langsung berlatih secukupnya supaya besok pagi ia bisa memenangkan
pertandingan. Esok harinya, mereka pun berkumpul di tempat yang telah
disepakati. Teman-teman kuda dan kancil ikut datang juga.
Tepat pukul sembilan pagi perrtandingan
dimulai. kuda langsung melesat meninggalkan si kancil. Teman-teman kancil
berteriak memberi semangat pada kancil, sehingga ia terus berusaha berlari
mengejar kuda yang sudah jauh di depan. Akhirnya si kancil bisa mendahului kuda
yang berhenti karena kecapekan lalu tertidur di bawah pohon apel. Akhirnya si
kancil pun memenangkan lomba lari. Kuda yang sombong itu meminta maaf pada si
kancil dan semua teman-temannya, dan semua hewan di hutan akhirnya hidup rukun
dan damai.
>>
>TAMAT<<<
Semut dan Gajah
Tersebutlah,
di sebuah negeri antah berantah. Kekuatan gajah sangat dominan dalam mengusai
sebagian wilayah pasokan makanan bagi kehidupan binatang. Para gajah yang
menguasai wilayah pasangan itu tidak ada lawan tanding yang seimbang. Bahkan
harimau dan singa yang dijuluki sebagai raja hutan atau raja rimba sekalipun
tidak berani memangsa dan mengganggunya. Kondisi inilah yang membuat para gajah
begitu angkuh, sehingga mereka telah menganggap dirinya sebagai raja dari
segala raja yang ada hutan.
“Hwa ha ha ha!” demikian tawa gajah yang menyombongkan dirinya,
saat mengukur diri betapa golongannya jauh lebih kuat dari binatang rimba
lainnya.
Tidak ada yang ditakutinya meski mereka memiliki taring besar
seperti Harimau dan Singa sekalipun. Karena keduanya pastilah menghindar bila
telah berpapasan dengan para Gajah yang dengan angkuh menghentak-hentak kaki ke
bumi dan melambai-lambaikan belalainya seakan ingin merobohkan semua yang
menghalangi perjalanannya.
****
Sementara itu semut kecil terinjak. Berhamburan menyelamatkan
diri masing masing. Kawanan gajah tak perduli dengan apa yang ada di bawahnya.
Mereka terus berjalan menuju tujuannya yang semula. Tak sedikitpun merasa
bersalah akan apa yang telah terjadi saat itu.
Senyap tak bersuara. Hening tiada arti. Semut kecil yang
berteriak diantara para gajah yang bergerombol. Meski teriak memekik makhluk
kecil itu tetap tak akan terdengar. Karena dia berada dalam kekecilan yang
pasti. Sementara dunia luas tetap saja enggan menoleh dan mencari dimana suara
yang samar itu berawal.
Semut-semut kecil yang sedang ramai berkerja itu kini berkerumun
kembali. Menyaksikan saudaranya yang terkapar. Kesedihan diantara mereka kini
begitu mendalam. Karena kematian itu begitu mendadak. Tak pernah terbayangkan
sebelumnya.
Koloni itu kini kembali berhamburan. Saat rombongan gajah yang
lain melintas. Dengan keangkuhan dan keganasan mereka. Beruntunglah kali ini
tidak begitu banyak korban seperti sebelumnya. Karena koloni semut itu sedang
tidak bekerja. Mereka memang sedang menyaksikan keluarga dan teman mereka yang
tadi terinjak oleh rombongan gajah yang pertama.
Setelah keadaan sepi. Mereka yang bersembunyi di balik pepohonan
itu kembali berkumpul. Dengan segara sang pemimpin pasukan pekerja koloni itu
memutuskan untuk membawa para korban ke istananya. Istana yang berupa sarang
didalam tanah.
****
Upacara sakral kini berlangsung. Para tokoh di kerajan semut
berkumpul. Mereka melakukan ritual penghormatan terakhir. Terhadap saudara
mereka sesama koloni yang menjadi korban. Mereka melakukan upacara itu dengan
iringan doa dari semuanya. Supaya yang telah tiada itu mendapatkan posisi
terbaik di sisiNya. Yang maha menguasai dari seluruh kekuasaan.
Upacara di tutup dengan isak tangis dan keresahan yang dirasakan
seluruh koloni. Karena esok lusa bisa saja Keangkuhan dan kesombongan para
gajah itu kembali terjadi. Karena mereka mendengar kata-kata terakhir dari
gajah yang berlalu dengan ganasnya itu.
“siapapun kalian. Karna tidak menyingkir dari jalan kami. Maka
terimalah akibatnya”
Begitulah kata-kata Gajah itu sambil berlalu. Tanpa melihat
berapa banyak korban yang telah tiada. Para Gajah itu memang tidak takut dengan
apapun dan siapapun.
Tiba-tiba dari paling belakang kerumunan ada yang berteriak.
“Ini tidak bisa di biarkan. Mereka terlalu sombong. Mereka
terlalu angkuh hingga kematian saudara kita tidak dihiraukan. Bahkan mereka
tidak menyadari semuanya”
“Betul saudara-saudara. Ini semua sudah keterlaluan” dari tengah
kerumunan. dengan badan tinggi besar itu bersuara.
“Tapi bagaimana caranya? Sedangkan singa saja tidak berani
mengganggu gajah. Pada siapa lagi kita akan meminta bantuan?” dari dekat altar
istana, suara itu terdengar.
Setelah itu, kerumunan itu berubah menjadi suara-suara yang
gaduh. Semua membicarakan tentang keangkuhan dan kekejaman gajah. Mereka
merasakan sangat tertekan dan merasa sangat disakiti. Tiba tiba sang raja semut
berdiri di atas altar. Seketika itupun suara-suara mereka berhenti. Mereka
semua menunduk pertanda menghormat kepada sang raja.
“Rakyatku!. Kita semua memang sedang berada dalam posisi yang
sangat sulit. Dan sebelum kita mengambil tindakan apapun. Kita tetap akan
menyamakan dulu tujuan dan cara kita. Dan kita sebagai kaum yang sangat solid
di dunia ini. jangan sampai terpecah belah. Kita harus tetap menjaga keutuhan
kebersamaan kita. Oleh sebab itu sekarang juga aku dan seluruh perwakilan dari
koloni smut akan mengadakan rapat. Jika sudah mencapai kesepakatan maka akan
segera di beritahukan.”
Setelah itu Raja kemudian memasuki istana kembali. Untuk
melakukan rapat mendadak itu. Dan rakyat kini tidak terlalu gaduh. Mereka
menikmati hidangan dari kerajaan. Sebagaiamana biasanya. Karena kerajaan semut
selalu memberi makan seluruh rakyatnya. Tanpa terkecuali dan tanpa di
pilih-pilih. Sang raja sendiri tidak pernah melarang rakyatnya untuk
menggunakan fasilitas kerajaan. Karena semua adalah hasil kerja rakyatnya.
Namun demikian, rakyat tidak pernah ada yang bersikap tidak
sopan. Rakyat biasanya hanya menggunakan fasilitas seperlunya. Dan rakyat
sangat menghormati dan segan kepada rajanya. Bahkan untuk duduk bersanding
dengan sang raja saja tidak ada yang berani. Walaupun raja dan tidak pernah
melarangnya. Demikia itu adalah rasa hormat rakyatnya, karena raja sangat
menyayangi dan memperhatikan seluruh rakyatnya.
Beberapa jam berlalu. Rakyat kini kembali berdiri. Sang raja
telah kembali berada di altar yang bisa digunakan untuk memberikan
pemberitahuan pada rakyatnya.
“Rakyatku!..Kita sudah mendapatkan cara untuk memberikan
pelajaran pada kawanan gajah….”
Raja terus memberikan cara-cara untuk melakukan peringatan keras
pada kawanan Gajah. Beberapa pertanyaan di jawab raja dan para penasehat dengan
sangat jelas. Dan pada saat itu juga, setelah semua jelas dan tidak ada yang
ditanyakan, Semut sebagai kaum pekerja itu segera berangkat menuju kawanan
gajah. Semut memang terbiasa bekerja dan berjalan di malam hari. Keseharian
mereka memang tidak terlihat letih untuk bekerja. Siang dan malam.
Pagi menjelang. Ditengah
keheningan hutan yang mulai beranjak terang. Tiba-tiba kegaduhan terdengar.
Raja gajah yang tinggi besar itu mengamuk. Pohon besar yang ada diatara kawanan
gajah ditabrak hingga bergetar. Raja gajah itu tersungkur kesakitan.
Gajah yang lain mulai berkerumun. Menyaksikan rajanya yang tergelatek
kesakitan karena menabrak pohon besar. Dan tanpa diduga semuanya, raja kemudian
bangkit dan kembali mengamuk. Gajah gajah lain tertabrak. Beberapa diantaranya
langsung terjatuh.
“ampuuun!…sakiit…Ampuuun!” Raja gajah itu terdengar berteriak
sambil berlari memutar. Pohon dan rerumputan kecil terlindas.
Dan raja gajah itu menabrak batu yang besar. Dia kembali
tersungkur. Kepalanya terluka karena terbentur batu yang keras itu. Setelah
terlihat tidak bisa berdiri lagi. Kawanan gajah berkumpul mengelilingi rajanya.
“Ada apa rajaku? Siapa yang telah lancang menyakiti kawanan
gajah, akan kita hancurkan. Raja siapa yang berani menyakiti itu?” Putra Raja
gajah bertanya sambil mengusap kepala raja gajah dengan belalainya.
Raja gajah tidak segera menjawab. Dia telihat tersenggal-senggal
bernafas. Karena lelah berlarian. Matanya terlihat meringis menahan sakit
karena tekena benturan dengan pohon dan batu besar. Kemudian dia berkata.
“Yang menyakitiku adalah semut”
Mendengar perkataan itu. Spontan semua kawanan saling
berpandangan. Beberapa diantaranya ada yang cekikikan menahan tawa. Dan ketika
Putra raja tertawa. Semua kawanan mulai tertawa terbahak. Bahkan ada
diantaranya yang langsung berguling-guling karna tidak tahan menahan tawa.
Dalam sekejap Raja gajah memaksakan dirinya untuk berdiri. Dan
dengan bantuan putra dan beberapa pengawal raja. Kini raja telah berdiri tegap.
Semua gajah langsung berhenti tertawa. Meskipun diantaranya masih ada yang
menutup mulut mereka dengan belalainya. Karena masih ingin tertawa. Gajah yang
tertawa sambil berguling-guling langsung berdiri tegap dengan wajah pucat
karena raja melihatnya dengan pandangan yang marah.
“Kalian semua dengarlah! Aku tidak main main kali ini. Para
semut memang bisa menyakiti kita dengan sangat kejam” Raja berkata dengan
keseriusan dan wajah yang meringis menahan sakit.
“Raja! Mereka begitu kecil. Jadi, bagaimana mungkin mereka bisa
menyakiti kita?” Tanya gajah yang paling depan diantara kerumunan itu. Dia
berada tepat di hadapan Raja gajah yang masih terlihat meringis sambil
mengibas-ngibaskan daun telinganya yang lebar.
“Kita harus membalasnya! Kita bisa menghancurkan sarang dan
seluruh penghuni di dalamnya raja. Kenapa kita tidak cepat bertindak?” gajah
yang berada di samping Raja berkata sambil menghentakkan kakinya. Dia marah
sekali kepada semut. Kemudian gajah yang lain mengangnguk sambil bergumam “ya!
Kita harus membalasnya”.
Suasana menjadi gaduh karna obrolan para gajah yang merasa kesal
dengan tingkah semut itu. Hingga obrolan mereka terhenti karena raja gajah
berkata stengah teriak.
“Jangan ceroboh. Sebelum semut-semut itu menyakitiku tadi pagi.
Raja semut telah memperingatkan. Dan kalian harus tau mereka kini berada dalam
telingaku. Dan telinga kalian semua telah berisi semut yang sejak malam telah bergerak
memasuki telinga kita. Dan malam nanti secara serempak mereka akan menyakiti
kita semua. Menyiksa kita karena kita telah melukai mereka kemarin siang. Ini
adalah pembalasan mereka”
Mendengar perkataan raja tersebut. Para gajah langsung panik.
Mereka terlihat sibuk saling melihat telinga temannya yang ada di samping
mereka. Dan ternyata benar semua telinga mereka telah di isi semut dari
berbagai jenis.
“Raja! Bagaimana kita bisa mengeluarkan mereka dari telinga
kami?” Tanya gajah yang ada di hadapan raja dengan panik.
“Tidak ada. Karna yang aku tau, semut sangat gigih dan kuat.
Bahkan mereka lebih baik mati daripada melepaskan gigitannya. Itulah yang aku
tau dari dulu. Semut itu memiliki kekuatan dan keteguhan di hati yang sangat
tangguh”
“Jadi apa yang bisa kita lakukan?”
“sebelum mereka menyakitiku. Mereka juga telah mengatakan bahwa
keinginan mereka adalah saling menghargai dan peduli terhadap sesama penghuni
hutan. Dan ancaman itu tidak aku tanggapi hingga mereka menyakitiku. Awalnya
aku juga tertawa, karna kekuatan kita memang jauh dibanding mereka. Karna kita
lebih kuat dari mereka. Tapi semuanya itu salah, meskipun kita kuat, ternyata
kekuatan itu tidak selamanya bisa membuat kita terlindungi. Bahkan kita bisa
disakiti oleh kekuatan kecil dari semut-semut itu”
Mendengar perkataan raja. Semua gajah langsung tertunduk. Mereka
menyadari bahwa tidak ada yang bisa dilakukan. Mereka ternyata bisa dikalahkan
oleh kekuatan semut yang sangat kecil itu. Melihat semua terdiam, kemudian raja
mulai berbicara lagi.
“Saat ini yang bisa kita lakukah adalah mencoba memahami diri
kita sendiri. Bahwa kita memang selama ini telah begitu angkuh dan terlalu
sombong dengan kekuatan kita. Singa sang raja hutan saja memang tidak pernah
berani menggangu kawanan kita. Tapi hari ini. kita telah dikalahkan oleh
kekuatan semut. Ini memang memalukan. Tapi kita tidak akan mendapatkan
perlakuan ini jika kita menghargai kekuatan kecil mereka sejak dulu…”
Tiba-tiba Raja terdiam. Dia seolah mendengatkan sesuatu. Dan
dengan gerakannya sang raja menyuruh semua kawanan untuk diam. Raja
mengernyitkan dahinya, dia terlihat sangat konsentrasi. Beberapa saat itu
dilakukan Raja. Dan sepertinya raja sedang mendengarkan kata-kata dari raja
semut yang ada di telinganya. Dan kemudian Raja mengeluarkan suara suara yang tidak
bisa dipahami oleh gajah yang lainnya. Para gajah hanya diam dia melihat
rajanya yang mengeluarkan suara aneh itu. Setelah itu kemudian raja berhenti
dan dia mulai berbicara seperti biasa lagi.
“Rakyatku. Bersiaplah! Tadi
adalah bahasa isyarat untuk para semut yang ada di lubang telinga kalian. Dan
sekarang mereka akan keluar dari telinga kalian semua. Mereka memang tidak
ingin menyakiti kita. Mereka hanya ingin menyadarkan bahwa tidak ada yang
paling kuat sehingga melupakan mahluk yang lainnya”
Mendengar perkataan raja. Para gajah terdiam. Mereka kini
merasakan dari telinga mereka kelar semut-semut kecil yang berbondong bondong.
Pera gajah melihat semut keluar di telinga kewannya satu persatu. Barisan
panjang itu kemudian terlihat berjalan menuju ke sbelah.
Setelah kejadian tersebut. Para
kawanan gajah tidak pernah lagi merasa dirinya paling kuat. Sehingga dia tidak
pernah menyepelekan kekuatan kekuatan kecil seperti semut dan binatang yang
lainnya. Karna memang mereka menyadari. Tidak ada kekuatan yang paling
sempurna. Kekuatan besar itu pasti aka nada yang mengalahkan. Bahkan kekuatan
mereka yang besar pun bisa dikalahkan oleh kekuatan kebersamaan koloni semut.
Sejak itu mereka hidup berdampingan dan tidak pernah saling mengganggu.
Seekor Musang dan Kura-Kura
Seekor Musang kebetulan sedang berkeliaran di dekat sebuah sungai di
hutan. Sambil mencari makan dan bermain-main sendirian. Tiba-tiba
ia melihat seekor kura-kura, yang sedang berusaha melewati sebuah sungai kecil.
Melihat kura-kura tersebut, diapun tertawa melihat cara berjalannya yang
sangat pelan. Kemudian diapun mengejek si kura-kura, “hayo cepat melangkah hai
kura-kura, engkau telah berlatih bertahun-tahun namun tetap saja lamban, apakah
engkau tidak merasa bosan dengan kehidupan mu itu? Aku dapat berlari melampaui
mu, dan bolak-balik menyeberangi sungai ini beberapa kali sebelum engkau
berhasil menyelesaikan usahamu menyeberangi sungai ini,” kata musang dengan
nada sombong.
Karena tidak mendapat tanggapan dari kura-kura. Musangpun bermain-main
seorang diri, dan berusaha mencari ikan di tepi sungai kecil tersebut,
sambil sesekali memperhatian kura-kura. Setalah beberapa saat,
musang kembali mengolok-ngolok kura-kura. “Hai kura-kura, apakah engkau
mendengar ucapanku tadi? Apa karena kakimu pendek menyebabkan telingamu
juga tertutup dan sulit untuk mendengar ucapanku?” Karena jengkel, mendengar
ejekan si musang, kura-kurapun menoleh kerah si musang dan berkata,
“Jangan sombong kamu musang! kalau engkau berani, mari kita bertaruh untuk
menyebrangi sungai ini melalui sebatang kayu diseberang sana.” Tentu saja,
tantangan ini bukan saja memancing gelak tawa musang namun juga beberapa hewan
lain yang kebetulan berada disekitar sungai itu.
Karena merasa tantangannya tidak digubris si musang. Sekali lagi kura-kura
itu berteriak, “Hai kamu musang, aku serius dengan tantangaku, kenapa
engkau hanya diam saja? Apakah engkau takut berlomba denganku?” Terdengar dari
jauh, suara hewan lain tertawa sambil berkata, “Ayo musang, kenapa kamu takut
dengan tantangan itu?”. Mendengar gelak tawa beberapa hewan itu, musang
pun berkata, “Baiklah kura-kura, aku setuju! Anggap saja engkau
tidak waras mengajakku berlomba, karena tidak mungkin seekor kura-kura dapat
memenangkan perlombaan ini melawan musang. Oleh karena itu aku berikan
kesempatan engkau berjalan terlebih dahulu melalui sebatang kayu tersebut.”
Karena menganggap enteng dan merasa tantangan itu tidak masuk akal.
Diapun bermalas-malasan dibawah sebuah pohon, untuk mengeringkan badannya
karena sehabis mencari ikan, sambil mengamati kura-kura itu
melangkah. Beberapa menit kemudian, karena merasa kura-kura belum juga
menyelesaikan separuh dari perjalannya melewati sungai tersebut, ia pun kembali
berkata, “aku kasihan melihat engkau melangkah hai kura-kura, oleh karena
itu aku memberikan kesempatan kepadamu beberapa menit lagi untuk mendekati
seberang sungai ini, karena aku hanya memerlukan waktu semenit saja untuk
mendahuluimu.” Setelah berkata, musang itu kembali bermalas-malasan di bawah
pohon. Tanpa disadarinya, ia pun tertidur.
Semua hewan mengetahui hal itu, namun membiarkan kura-kura tetap melangkah
perlahan-lahan. Terlihat beberapa hewan mendekatinya dan berkata sambil
berbisik, “Hai kura-kura cepatlah engkau melangkah, kebetulan si musang sedang
tertidur. Apabila engkau dapat memenangkan perlombaan ini, kami semua akan
menjadi sahabat setiamu.” Medengar hal itu, kura-kurapun menjadi semangat dan
berusaha mempercepat langkahnya. Tanpa disadari si musang, kura-kura
sudah hampir menyelesaikan perlombaan, tinggal beberapa langkah lagi.
Hari mulai terasa gelap, dan langit mulai mendung. Rintik hujanpun
mulai terdengar dan membasai pepohonan. Karena merasa tubuhnya basah, musangpun
terbangun dari tidurnya. Tanpa disadarinya kura-kura tinggal menyelesaikan
beberapa langkah lagi untuk memenangkan perlombaan. Tanpa pikir panjang, diapun
langsung berlari menyusuri sebatang pohon itu. Namun karena masih dalam keadaan
mengantuk, diapun tergelincir dan masuk ke dalam sungai. Tentu saja,
keadaan itu sangat menguntungkan kura-kura.
Akhirnya kura-kura menyelesaikan perlombaan itu, mengalahkan si musang yang
tertinggal dibelakangnya, karena harus berenang di derasnya arus sungai itu.
Semua hewan pun bersorak sorai, dan tentu saja si musang menjadi malu
karena tingkah laku dan kesombonganya.
Dari cerita di atas, kita diingatkan untuk tidak mencontohi orang sombong
yang biasanya menganggap remeh orang lain yang menurut mereka lebih kecil, baik
secara fisik maupun.
Serigala dan Kambing
Ditengah hutan yang jauh di pedalaman, terdapat sebuah desa yang
berpenduduk hanya 10 keluarga. Kehidupan sehari-hari warga desa tersebut,
selain berladang juga berternak kambing dan ayam. Karena letaknya desa di
tengah-tengah hutan belantara, terkadang mereka sering di ganggu berbagai hewan
buas. Walaupun begitu, mereka telah terbiasa dengan kehidupan seperti itu.
Pasrah dan tetap menjalani hidupnya sehari-hari.
Pada musim kemarau yang panjang. Kawanan kambing harus digiring ke lembah
yang cukup jauh untuk mendapatkan rerumputan sebagai makanannya. Para gembala
biasanya membiarkan kambing-kambing mereka mencari rerumputan sendiri setelah
menemukan tempat yang sesuai. Pada suatu ketika di musim yang sama, terlihat
beberapa serigala mendekati lembah tersebut. Kebetulan saja, pada saat
itu kawanan kambing berada pada dataran yang lebih tinggi di sekitar lembah.
Melihat keadaan tersebut, serigala tidak dapat menjangkaunya karena apabila
mereka mendekati kawanan kambing , mereka pasti akan dihalau oleh para gembala
yang sudah terlatih untuk menghadapi hewan buas.
Walaupun keadaan cukup sulit bagi serigala-serigala tersebut, mereka tidak
kehabisan akal. Mereka mencoba untuk mendekati kawanan kambing dan
berusaha menggodanya.
Ketika seekor serigala melihat seekor kambing, ia berusaha
mendekatinya sambil berkata, “Hai kambing, ayo ke sini, rumput di
sini lebih hijau dan lebih segar untuk makanan kamu. Undang juga teman-teman
kamu, agar mereka juga dapat menikmatinya!”
Mendengar teriakan serigala, kambing tersebut pun berlari menuju
kawanananya dan menyampaikan berita tersebut. Karena masih muda dan belum
berpengalaman, kambing muda tersebut memaksa teman-temannya yang lain untuk
ikut bersamanya menuruni lembah dan mengikuti saran dari serigala tadi.
Beberapa kambing muda dari kawanan tersebut ikut tergoda dengan ajakan
tersebut. Namun sebelum mereka berangkat, untung saja datang
seekor induk kambing sambil berkata, “Anak-anakku, biarlah saya yang akan
menjawab ajakan para serigala itu, kalian di sini saja. Saya akan segera
kembali memberikan kabar untuk kalian.”
Namun induk kambing diprotes oleh kawanan kambing yang masih muda, “Kenapa
tidak mengajak kami saja bersama anda, apakah anda ingin menikmati rerumputan
yang segar seorang diri tanpa memperdulikan kebutuhan kami?“
Dengan bijak induk kambing tersebut menjelaskan alasan mengapa mereka harus
menunggu. “Anak-anakku, karena kalian masih muda dan belum pernah bertemu
dengan hewan buas di hutan ini, hewan buas tersebut salah satunya adalah
serigala yang mengajak kalian tadi. Dia bermaksud mengelabui kalian,
apabila kalian menuruni lembah ini, kalian akan disantap olehnya.”
Kawanan domba mudapun memahami, namun mereka melarangnya pergi sendirian
atau lebih baik mengurungkan niat menemui serigala-serigala itu. Kata induk
kambing, “Saya tahu cara menghadapi mereka, saya akan tunjukkan bahwa kita
bukanlah kawanan kambing yang bodoh, kalian tunggu saja di sini, saya akan
kembali dengan selamat.”
Setelah menjelaskan, induk kambing pun menuju tempat yang diberitahu oleh
kambing muda tadi. Sambil berhati-hati melangkah dan melihat keadaan
sekelilingnya, dia pun tiba di tempat yang dimaksud. Dan ternyata memang
benar, disana terlihat beberapa serigala sedang bermalas-malasan sambil
menunggu kesempatan memperdayai kawanan kambing.
Melihat induk kambing dengan tubuh yang cukup besar, seekor serigala
menjadi tergiur dan kembali mencoba menggodanya. “Hai kambing yang lapar,
badanmu besar, pasti membutukan rerumputan yang banyak. Ayo ke sini, ada
rerumputan segar dan banyak untuk kebutuhan kamu.”
Mendengar ajakan serigala tersebut, induk kambing pun menjawab, “Terima
kasih, rumput di bawah sana mungkin akan jauh lebih baik. Tapi kalau aku
turun kalian akan mendapatkan makanan yang lebih baik, dan menjadi
kesukaan kalian. Jadi saya lebih suka di sini, di tempat dimana kalian tidak
dapat menganggu saya dan kawanan kambing yang lain, setidaknya kami cukup aman
walau rerumputan yang ada tidak sebaik yang kalian katakan.“ Setelah menjawab
para serigala itu, induk kambingpun segera kembali berkumpul dengan kawanan
kambing yang lain. Dan menceritakan apa yang dia lakukan, sambil mengajak
mereka semua kembali dan menemui para gembala.
Cerita di atas ini ingin mengajarkan kepada kita agar selalu belajar dari
pengalaman orang yang lebih tua. Dan janganlah membiarkan orang lain
memperdayai kita karena kepolosan dan kurangnya pengetahuan yang kita
miliki. Belajarlah mempertimbangkan segala kesempatan dengan bijaksana.
dongeng yang menarik
BalasHapusdongeng yang menarik
BalasHapusTerima kasih dongeng fabelnya, sangat membantu. .
BalasHapus